Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Akui Sudah Bekerja Sama dengan Israel, Junta Sudan Dapat Sokongan Kudeta?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Selasa, 15 Februari 2022, 08:38 WIB
Akui Sudah Bekerja Sama dengan Israel, Junta Sudan Dapat Sokongan Kudeta?
Pemimpin junta Sudan Abdel Fattah Al Burhan dan PM yang digulingkan, Abdalla Hamdok/Net
rmol news logo Pemimpin junta Sudan yang baru merebut kekuasaan, Abdel Fattah Al Burhan, mengaku pemerintahannya telah bekerja sama dengan Israel.

Berbicara dalam wawancara pertamanya sejak kudeta 25 Oktober pada Sabtu (13/2), Burhan mengatakan para pejabat Israel dan Sudan secara teratur telah bertukar kunjungan untuk bekerja sama dalam masalah keamanan dan intelijen.

"Kami tidak memiliki kerahasiaan tentang ini. Tetapi tidak ada pejabat politik senior Israel yang mengunjungi Sudan untuk mengumumkannya. Semua delegasi berasal dari dinas keamanan untuk bertukar informasi," ujarnya, seperti dikutip Sputnik.

Dengan kerjasama tersebut, ia mengatakan, Sudan dapat menangkap banyak organisasi teroris yang dapat mengganggu stabilitas keamanan Sudan.

Di media Israel juga dilaporkan kunjungan utusan Sudan pada pekan lalu. Sebaliknya utusan Israel juga melakukan kunjungan ke Khartoum.

Burhan sendiri melakukan pertemuan pertama kali dengan Perdana Menteri saat itu, Benjamin Netanyahu di Entebbe, Uganda, di kediaman Presiden Uganda Yoweri Museveni pada Februari 2020. Keduanya juga setuju untuk secara bertahap menormalkan hubungan.

Sebelum akhir tahun, pemerintah Sudan menandatangani Kesepakatan Abraham yang mengakui keberadaan Israel seperti yang telah dilakukan UEA beberapa bulan sebelumnya. Pada saat itu, Burhan memimpin eksekutif kolektif Dewan Berdaulat yang mengepalai pemerintahan transisi Sudan, di mana Abdalla Hamdok menjabat sebagai perdana menteri.

Pada hari kudeta, surat kabar harian Israel melaporkan, mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, mengatakan Yerusalem tidak senang dengan kecaman Amerika atas penggulingan Hamdok oleh militer dan penghapusan Dewan Berdaulat.

“Negara ini tidak demokratis karena diperintah selama 30 tahun oleh rezim otoriter Omar al-Bashir. Sementara kami memahami mengapa AS ingin melihat demokratisasi Sudan, di antara dua pemimpin Sudan, Burhan-lah yang lebih cenderung untuk meningkatkan hubungan dengan AS dan Israel," kata pejabat itu.

Sudan pernah menjadi penentang keras Israel, termasuk menjadi tuan rumah KTT Liga Arab 1967 di Khartoum. Di sisi lain, Bashir dicerca karena kedekatannya dengan kelompok teroris seperti Al Qaeda. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA