Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ditekan 25 Duta Besar untuk Menentang Invasi Rusia ke Ukraina, Thailand Pilih Sikap Netral

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 02 Maret 2022, 09:57 WIB
Ditekan 25 Duta Besar untuk Menentang Invasi Rusia ke Ukraina, Thailand Pilih Sikap Netral
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha/Net
rmol news logo Tidak ingin memihak salah satu negara yang bertikai, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha menyatakan bahwa negaranya akan mempertahankan netralitasnya dalam konflik Rusia-Ukraina.

Disampaikan sebuah sumber pemerintah, keputusan tersebut diambil setelah Prayut melakukan pertemuan dengan para menteri pada hari Selasa (1/3), tekanan yang datang daribsekitar 25 duta besar yang berbasis di Thailand yang menekan pemerintah untuk berbicara menentang invasi Rusia ke Ukraina.

Sumber tersebut menyampaikan Prayut mengatakan bahwa Hubungan lama antara Thailand dan Rusia harus diperhitungkan dan negaranya harus melangkah dengan hati-hati.

"Kami harus tenang dan membuat keputusan dengan hati-hati. Thailand harus menjaga sikap netral dan membawa pulang warga Thailand di Ukraina dengan cepat," kata sumber tersebut mengutip Prayut, seperti dimuat Bangkok Post, Rabu (2/3).

Berbicara setelah pertemuan kabinet, Prayut mengatakan Thailand akan mematuhi sikap Asean pada konflik antara Rusia dan Ukraina karena kelompok itu telah menyerukan dialog di antara pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan krisis Ukraina.

Perdana menteri berbicara pada hari Selasa setelah 25 duta besar bertemu dengan sekretaris tetap Kementerian Luar Negeri Thani Thongphakdi di kementerian pada hari Senin.

Para duta besar meminta Thailand untuk berbicara menentang invasi Rusia ke Ukraina dan mendukung resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) tentang krisis Ukraina.

Setelah pertemuan tersebut, David Daly, duta besar Uni Eropa untuk Thailand, mentweet bahwa para duta besar mengunjungi kementerian untuk mengirim pesan bahwa invasi Rusia ke Ukraina melanggar Piagam PBB dan bahwa semua anggota PBB, termasuk Thailand, harus "berbicara untuk menyelamatkan tatanan internasional berbasis aturan kami dan memilih Resolusi PBB".

Dia mengacu pada resolusi UNGA, yang diperkirakan akan dilakukan pemungutan suara minggu ini di markas besar PBB di New York.

Diminta oleh wartawan untuk mengomentari masalah ini pada hari Selasa, Prayut bersikeras bahwa Thailand harus mengikuti sikap Asean tentang masalah ini.

"Ini tentang keputusan pengelompokan regional. Kita perlu menjaga keseimbangan. Tapi yang paling penting, kita prihatin dengan keselamatan orang-orang di negara-negara yang terlibat konflik. Kita juga harus memastikan warga Thailand di negara-negara itu aman," kata Prayut.

"Kami juga mendukung proses perdamaian untuk mengakhiri konflik dan perang. Kami perlu melangkah hati-hati dan bertindak melalui mekanisme Asean," ujarnya.

Pada hari Sabtu, para menteri luar negeri Asean mengeluarkan pernyataan yang menyerukan dialog di antara pihak-pihak terkait dalam krisis Ukraina.

"Kami meminta semua pihak terkait untuk menahan diri secara maksimal dan melakukan upaya maksimal untuk melakukan dialog melalui semua saluran, termasuk cara diplomatik untuk mengatasi situasi tersebut," kata para menteri dalam pernyataan itu.

Rusia melancarkan serangan militer terhadap Ukraina Kamis lalu setelah mengakui kemerdekaan wilayah Donbas negara Eropa Timur yang dipegang oleh separatis yang didukung Rusia.

"Kami percaya masih ada ruang untuk dialog damai untuk mencegah situasi menjadi tidak terkendali," kata para menteri ASEAN.

Ditanya tindakan apa yang akan diambil untuk menangani dampak di Thailand jika konflik terus berlanjut, perdana menteri mengatakan dia mengadakan pertemuan mendesak dengan para wakilnya untuk menginstruksikan mereka menyusun langkah-langkah untuk menanggapi situasi tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA