Meski berlandaskan kekhawatiran penyebaran Covid-19, para kritikus menyebut langkah tersebut sebagai pelanggaran lebih lanjut oleh China.
Pada 22 Februari, Biro Urusan Etnis dan Agama Lhasa mengumumkan larangan tersebut, menjelang periode peringatan jatuhnya Tibet pada Maret.
Selain melarang kegiatan keagamaan, pihak berwenang China secara teratur memperketat keamanan di Lhasa dan daerah Tibet lainnya karena khawatir akan protes terhadap pemerintahan Beijing.
Menurut
Radio Free Asia, larangan tersebut berlaku di Drepung, Sera, Ratreng, Sharbumpa, Sengling, Dakpo dan Tsuglakhang.
Biro juga memerintahkan warga Tibet untuk tetap di rumah mereka dan menghindari perjalanan dan pertemuan selama Tahun Baru Imlek, yang disebut Losar, yang dimulai tahun ini pada 3 Maret.
“Pemberitahuan tersebut melarang warga Tibet melakukan semua kegiatan keagamaan utama yang biasanya dilakukan menjelang dan selama Tahun Baru,†kata mantan tahanan politik Tibet, Ngawang Woebar.
Menurut Woebar, pemerintah China menggunakan kebutuhan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 sebagai alasan selama Losar tahun lalu juga. Tetapi pada kenyataannya mereka hanya membuat langkah-langkah ini sebagai tindakan pencegahan menjelang peringatan 10 Maret, sebagai pemberontakan nasional melawan pemerintahan China.
Pada 10 Maret 1959, orang-orang Tibet di Lhasa bangkit memprotes pengetatan kontrol politik dan militer Beijing atas Tibet yang sebelumnya merdeka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: