Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Spanyol Setujui Rencana Daerah Otonomi Sahara Barat untuk Maroko

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sulthan-nabil-herdiatmoko-1'>SULTHAN NABIL HERDIATMOKO</a>
LAPORAN: SULTHAN NABIL HERDIATMOKO
  • Sabtu, 19 Maret 2022, 19:24 WIB
Spanyol Setujui Rencana Daerah Otonomi Sahara Barat untuk Maroko
Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez/Net
rmol news logo Spanyol mengumumkan perubahan besar dalam kebijakan luar negerinya, yakni mendukung rencana untuk membuat otonomi di wilayah Sahara Barat di bawah pemerintahan Maroko. Spanyol menyebut kebijakan baru ini sebagai awal dari fase baru hubungan Madrid-Rabat.

Pengumuman itu datang pada masa buruknya dengan Maroko yang kian lama mencari pengakuan kedaulatannya atas wilayah tersebut. Spanyol berusaha membatasi dampak dari insiden yang memicu kemarahan Maroko tahun lalu.

Istana Kerajaan di Maroko mengatakan pada Jumat (18/3), bahwa Raja Mohammed VI telah menerima surat dari Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez yang mengumumkan bahwa Madrid mengakui pentingnya masalah Sahara bagi Maroko.

Di surat itu, juga tertulis bahwa Spanyol menganggap inisiatif otonomi yang diajukan oleh Maroko pada tahun 2007, sebagai dasar yang paling serius, realistis dan kredibel untuk menyelesaikan perselisihan antar mereka sejak era 70-an.

"Spanyol akan bertindak dengan transparansi mutlak yang sesuai dengan teman dan sekutu kami yang baik," ujar Pedro dalam surat itu, dikutip oleh MAP, Jumat (18/3).

"Saya meyakinkan Anda bahwa Spanyol akan selalu menepati komitmen dan kata-katanya", tambahnya.

Pada dasarnya, kebijakan Madrid itu akan menyetujui otonomi Maroko di Sahara Barat, yang dianggap mereka sebagai miliknya sejak Maroko mengambil alih daerah tersebut ketika Spanyol meninggalkan bekas jajahannya pada tahun 1975.

Tetapi, gerakan kemerdekaan Front Polisario yang didukung Aljazair menginginkan wilayah itu menjadi negara berdaulat bagi orang-orang etnis Saharawi. Hingga kini, front itu memiliki hubungan antagonis baik dengan Madrid maupun Rabat.

PBB, yang masih mengakui Spanyol sebagai kekuatan administratif kolonial di Sahara Barat, sebelumnya telah mengusulkan rencana referendum yang didukung Spanyol dan Uni Eropa untuk menyelesaikan perselisihan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

Pergeseran kebijakan terjadi setelah perselisihan diplomatik serius yang dipicu ketika Spanyol mengizinkan pemimpin Front Polisario, Brahim Ghali melakukan perjalanan ke Spanyol untuk perawatan medis tahun lalu.

Maroko bereaksi dengan mengizinkan lebih dari 10.000 orang melintasi perbatasannya ke daerah kantong Ceuta di Afrika Utara, yakni kota pelabuhan milik Spanyol di sana. Ujung dari aksi itu akhirnya menciptakan insiden krisis kemanusiaan.

Maroko juga menarik duta besarnya untuk Madrid dan belum membalikkan mereka hingga kini. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA