Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Di Tengah Konflik Ukraina, Qatar Ambil Kesempatan Ekspansi Migas Besar-besaran ke Asia dan Barat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sulthan-nabil-herdiatmoko-1'>SULTHAN NABIL HERDIATMOKO</a>
LAPORAN: SULTHAN NABIL HERDIATMOKO
  • Minggu, 20 Maret 2022, 20:46 WIB
Di Tengah Konflik Ukraina, Qatar Ambil Kesempatan Ekspansi Migas Besar-besaran ke Asia dan Barat
Ilustrasi Tanker LNG/Net
rmol news logo Invasi Rusia ke Ukraina telah membuka peluang diplomatik dan komersial bagi eksportir gas Qatar untuk memperdalam hubungannya dengan negara-negara Asia dan memperluas penjualan migasnya ke Barat.

Selain itu, Qatar juga berniat untuk memperkuat aliansinya dengan Amerika Serikat dan negara Eropa di tengah ketegangan AS dengan negara-negara Teluk Arab lainnya.

Walaupun Qatar telah membuka Jalur untuk masuk ke wilayah Eropa dan Barat, Asia akan tetap menjadi pelanggan utama dari ekspor Migasnya.

Dikutip dari media Doha News, dan The Media Lines Baru-baru ini, Qatar bergerak menuju menjadi produsen LNG terbesar pada tahun 2030 melalui proyek Ekspansi Lapangan Utara, yang dikatakan analis internasional sebagai ekspansi migas terbesar di dunia.

Proyek yang diresmikan pada 3 Januari ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi LNG tahunan negara itu dari 77 juta metrik ton menjadi 126 juta ton pada tahun 2027.

Negara Teluk telah menandatangani sejumlah perjanjian besar dengan perusahaan terkemuka untuk membantu meningkatkan produksinya.

Tahun lalu, Qatar memesan enam kapal LNG dari Korea Selatan. Pesanan itu mencakup pembelian empat kapal dari Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering dan dua lainnya dari Samsung Heavy Industries. Pesanan tersebut juga merupakan bagian dari kesepakatan 2020 Qatar-Korsel yang senilai 19 miliar dolar AS.

Menurut laporan Doha News, Endgame Qatar adalah membangun lebih dari 100 kapal LNG pada tahun 2027.

Yang terbaru dari agenda ekspansi Migasnya, adalah perjalinan Migas ke Barat, terutama pada negosiasi Jerman dan Qatar terkait pasokan LNG.

Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck pada Sabtu (19/3) mengatakan dia akan membahas pasokan LNG dalam perjalanan ke Qatar dan Uni Emirat Arab, Tujuannya, untuk mengamankan kesepakatan hidrogen. Dengan demikian akan membuat Jerman kurang bergantung pada Rusia untuk gas.

“Jika kami tidak mendapatkan lebih banyak gas pada musim dingin mendatang dan jika pengiriman dari Rusia akan dihentikan, maka kami tidak akan memiliki cukup gas untuk memanaskan semua rumah kami dan membuat semua industri kami tetap berjalan,” ujar Habeck.

Di pertemuan itu, Habeck membahas pasokan LNG jangka pendek dan untuk mencari jaminan pasokan gas di Jerman untuk menjadi independen dari gas Rusia.

Selain wilayah Eropa, Amerika Serikat secara resmi menunjuk Qatar sebagai sekutu utama non-NATO dalam deklarasi presiden yang ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden pada minggu kedua bulan Maret.

Deklarasi yang ditandatangani pada 10 Maret itu meningkatkan hubungan kedua negara dan memberi Qatar posisi khusus di antara tetangganya baik di bidang ekonomi maupun militer.

Pengumuman itu menyusul pertemuan yang diadakan oleh para pemimpin kedua negara pada akhir Januari ketika Biden membuat janji kepada emir (raja) Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, selama kunjungannya ke Washington.

Seorang analis di Amerika Serikat dan Timur Tengah, Joe Macaron mengatakan kepada The Media Line bahwa pemerintahan Biden sedang berupaya untuk memperbarui hubungannya dengan mantan sekutu AS yang memburuk selama pemerintahan mantan Presiden Donald Trump.

“Langkah ini menunjukkan bagaimana hubungan AS-Qatar telah berkembang di bawah pemerintahan Biden setelah mencapai tingkat rendah selama pemerintahan Trump,” ujar Joe kepada The Media Lines, (14/3).

“Qatar akan memainkan peran penting bagi Eropa untuk melepaskan ketergantungan pada impor gas Rusia,” ujar Pakar geopolitik yang mengepalai kantor MENA Global Counsel di Doha, Thomas Gratowski, di artikel yang sama.

Menurut Gratowski, Qatar telah jelas mengisyaratkan bahwa mereka bersedia mendukung Barat dalam pencariannya untuk pasokan energi.

“Sebaliknya, Arab Saudi dan UEA enggan meningkatkan produksi minyak untuk menstabilkan pasar. Saya ragu posisi Riyadh dan Abu Dhabi bisa dipertahankan lebih lama lagi,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA