Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pembahasan Konstitusi Damai Suriah Gagal Lagi, Oposisi: Semua Salah Rezim Assad

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sulthan-nabil-herdiatmoko-1'>SULTHAN NABIL HERDIATMOKO</a>
LAPORAN: SULTHAN NABIL HERDIATMOKO
  • Minggu, 27 Maret 2022, 03:57 WIB
Pembahasan Konstitusi Damai Suriah Gagal Lagi, Oposisi: Semua Salah Rezim Assad
Kehancuran di Suriah akibat konflik berkepanjangan/Net
rmol news logo Di tengah sibuknya dunia soal Ukraina dan Rusia, PBB dan 4 sisi pemerintahan Suriah mengadakan perbincangan ‘konstitusi damai’ di Jenewa, Swiss. Namun hasilnya gagal lagi.

PBB menjadi tuan rumah di Jenewa pada Jumat (25/3) untuk upaya terkini dalam merancang konstitusi baru Suriah. tTetapi pembicaraan berakhir tanpa kemajuan substansial, membuat frustrasi atas harapan untuk kebangkitan kembali proses perdamaian yang tak kunjung usai.

Kali ini, anggota oposisi menyalahkan perwakilan pemerintah Presiden Suriah, Bashar al-Assad atas kegagalan putaran terakhir upaya perdamaian.

“Kami tidak puas dengan keterlibatan pemerintah (Assad), tidak ada kemajuan berarti,” ujar Kepala oposisi rezim Assad (SOC), Hadi al-Bahra, kepada Al-Jazeera, Sabtu (26/3).

Komite konstitusi belum memutuskan apakah akan mengubah konstitusi yang ada atau membuat baru dari awal. Analis mengatakan, perdebatan panjang tentang konstitusi terlepas dari relevansi reformasi konstitusi, akan menghambat kemajuan di jalur penting lainnya dan membahayakan seluruh proses perdamaian.

“Komite konstitusional telah menghabiskan modal politik dan bandwidth yang tidak proporsional dengan nilainya,” cakap seorang analis senior Suriah, Dareen Khalifa,  di International Crisis Group.

“Komite itu tidak dimaksudkan untuk menjadi jalur politik, itu dimaksudkan untuk menjadi pembuka gerbang ke lebih banyak jalur politik. Sayangnya kini itu telah menjadi satu-satunya jalan untuk pembicaraan intra-Suriah,” tambahnya.

Perbincangan yang seharusnya fokus pada konstitusi, isu-isu seperti kekerasan dan keamanan, pemilihan umum yang bebas dan adil, dan pembentukan eksekutif transisi, malah ditinggalkan oleh para peserta.

Daren juga mengatakan, pada perbincangan itu tidak ada tanda-tanda topik yang mempolarisasi, seperti peran al-Assad dan bentuk pemerintahan di masa depan Suriah, yang seharusnya lebih penting untuk diselesaikan.

Kurangnya keterlibatan serius pemerintah Assad, perpecahan di dalam oposisi, dan tidak adanya pemangku kepentingan utama dan otoritas de-facto di meja di Jenewa, telah merusak kredibilitas dan efektivitas komite tersebut.

“PBB terus mengusulkan format pembicaraan dua sisi tradisional, pemerintah dan oposisi, yang tidak mencerminkan kompleksitas di lapangan. Mereka harus memperluas isu dan representasi,” jelas Daren.

Selama dua tahun terakhir, konflik militer yang sebagian besar telah dibekukan, membagi Suriah menjadi empat entitas utama.

Yaitu rezim Bashar al-Assad, yang telah kembali menguasai lebih dari 70 persen wilayah negara tersebut. Lalu ada Koalisi Oposisi Suriah (SOC) yang dibantu oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF), pasukan yang dipimpin Kurdi untuk wilayah timur laut Suriah.

Kemudian ada kelompok yang sebelumnya berafiliasi dengan al-Qaeda, Hay'et Tahrir al-Sham (HTS) yang ada di wilayah Idlib dan barat laut Suriah.

Terakhir adalah kelompok pemberontak yang didukung Turki untuk mengendalikan kantong-kantong wilayah di sepanjang perbatasan barat laut Suriah dengan Turki.

Namun, HTS, kelompok yang terdaftar sebagai teroris oleh PBB, dan SDF, yang dianggap Turki sebagai kelompok teroris karena hubungannya dengan PKK, tetap berada di luar komite konstitusi. Hanya SOC dan rezim Assad yang berada di  komite itu. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA