Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mahasiswa Prancis Blokir Kampus: Baik Macron Maupun Le Pen Tidak Ada yang Bisa Mewakili Kami!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Jumat, 15 April 2022, 08:47 WIB
Mahasiswa Prancis Blokir Kampus: Baik Macron Maupun Le Pen Tidak Ada yang Bisa Mewakili Kami<i>!</i>
Grafiti bertuliskan "Le Pen get out, Fight Macron" di trotoar di luar Institute of Political Studies (IEP) atau Sciences Po university, Kamis, 14 April 2022 di Paris/Net
rmol news logo Kegaduhan terjadi di Sorbonne pada Kamis (14/4), saat ratusan mahasiswa menduduki bahkan memblokir gedung-gedung kampus sebagai ekspresi kekecewaan atas pemilihan presiden Prancis.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Di mata mereka, dua kandidat yang akan bersaing pada putaran kedua, tidak sesuai dengan harapan mereka. Baik petahana Emmanuel Macron maupun pemimpin sayap kanan Marine Le Pen adalah sosok yang dianggap tidak layak untuk menduduki kursi presiden Prancis.

Para mahasiswa khawatir keduanya tidak akan berbuat cukup untuk melindungi orang miskin atau lingkungan.

"Kami lelah harus memilih yang kurang buruk dari keduanya, itulah yang menjelaskan pemberontakan ini. Baik Macron maupun Le Pen," Anais Jacquemars, seorang mahasiswa filsafat berusia 20 tahun di Sorbonne, mengatakan kepada Reuters.

Sorbonne, pusat dari banyak pemberontakan mahasiswa Prancis selama bertahun-tahun termasuk pemberontakan Mei 1968. Pada Kamis itu, beberapa ratus orang berkumpul di alun-alun, tepatnya di depan Latin Quarter Paris.

Para mahasiswa mengatakan mereka lebih suka abstain dalam putaran kedua nanti, daripada memasukkan suara Macron di kotak suara untuk menghalangi Le Pen memenangkan kekuasaan.

Kebijakan Macron, di mata mereka, terlalu banyak membelok ke kanan selama masa jabatannya. Merujuk pada kebrutalan polisi terhadap pengunjuk rasa Rompi Kuning atau langkah-langkah untuk menindak apa yang disebut Macron sebagai “separatisme Islam.” Macron juga 'presidennya orang kaya dilihat dari kebijakannya yang pro-bisnis.

“Saya berencana untuk abstain, saya menyarankan semua orang untuk abstain,” kata Gabriel Vergne, seorang siswa berusia 19 tahun di sekolah elit Sciences-Po milik pemerintah. Dia memberikan suara di putaran pertama untuk sayap kiri sayap kiri Jean-Luc Melenchon, yang melewatkan putaran kedua dengan hanya 400.000 suara.

Sementara untuk Le Pen, bagi mereka cukup berbahaya mengingat janjinya untuk memangkas imigrasi, memperkuat kepolisian, dan membatasi praktik keagamaan Muslim.

“Karena kaum muda peduli dengan isu-isu lingkungan, dengan isu-isu sosial, dengan isu-isu antirasis, feminis dan LGBTQ. Sangat perlu untuk memiliki seorang kandidat untuk mewakili kami,” kata mahasiswa Sciences-Po Gabriel Vergnes. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA