Demikian sepenggal pembuka paparan Duta Besar RI untuk Spanyol, Dr. Muhammad Najib di Cordoba Forum yang digelar oleh Foundation for Islamic Culture & Religious Tolerance (FICRT) di Cordoba, Spanyol pada 16-17 Mei.
Mengambil tema
"From The Islamo-Christian Dialogue to The Abrahamic Family", Cordoba Forum bertujuan untuk mendorong dialog di antara berbagai agama dan kultur demi menciptakan stabilitas dan perdamaian.
Dalam kesempatan tersebut, Dubes Najib berusaha memperkenalkan toleransi beragama di Indonesia yang telah mendarah-daging bagi bangsa ini.
Dubes Najib menjelaskan, secara geografis, Indonesia yang terdiri dari 16.771 pulau terletak di persimpangan. Alhasil Indonesia tidak lain adalah
"melting pot" dari banyak budaya.
Berdasarkan sensus tahun lalu, Indonesia memiliki 270 juta penduduk. Mayoritas dengan 87 persen adalah Muslim, sedangkan 13 persen lainnya terdiri dari Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan lainnya.
Dalam sejarahnya, Indonesia pernah dikuasai oleh kerajaan Hindu dan Buddha, hingga muncul kesultanan pada zaman Islam, dan munculnya Kristen selama penjajahan.
Memiliki mayoritas Muslim terbesar di dunia tidak serta merta membuat Indonesia menjadi negara teokrasi atau juga negara sekuler.
"Meskipun ada banyak perdebatan tentang apakah negara harus mengadopsi satu bentuk atau lainnya, Indonesia didirikan oleh kompromi antara nasionalis sekuler dan nasionalis agama," jelas Dubes Najib.
Ia melanjutkan, keberhasilan Indonesia mempertahankan status quo telah membuktikan bahwa demokrasi dan Islam dapat berjalan beriringan satu sama lain.
Buktinya, sebagai masyarakat yang majemuk, Indonesia terbiasa hidup berdampingan secara damai.
"Perbedaan keyakinan dalam sebuah keluarga cukup umum di Indonesia. Anak-anak mungkin memeluk agama yang berbeda dari orangtua mereka, sementara saudara perempuan mungkin berbeda keyakinan dengan saudara laki-laki mereka," tuturnya.
"Masjid, gereja, pura, atau tempat ibadah yang berbeda adalah hal yang lumrah jika saling berdekatan dalam keharmonisan yang damai," tambah Dubes Najib.
Bukan hanya di masyarakat, pemerintah juga melakukan hal yang sama. Setiap hari suci masing-masing agama dinyatakan sebagai hari libur resmi.
"Toleransi diartikan sebagai saling menghormati keyakinan, tidak mencampuri urusan orang lain, mengedepankan upaya saling pengertian, dan saling membantu," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: