Francisco Belo, yang telah menerima panggilan dari kantor kejaksaan distrik Dili, memberikan pernyataannya kepada kantor kejaksaan pada 23 Mei. Selama tiga puluh menit ia menjawab semua pertanyaan kejaksaan. Jika terbukti bersalah, Belo akan didakwa berdasarkan Pasal 285, dan menghadapi hukuman tiga tahun penjara atau denda.
Menanggapi gugatan tersebut, Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) bergabung dengan afiliasinya, Serikat Pers Timor-Leste (TLPU), menyerukan penarikan segera kasus terhadap jurnalis tersebut.
IFJ mengatakan, pemerintah harus memastikan jurnalis dapat melakukan pekerjaan mereka dengan aman dan terjamin, termasuk meminta pertanggungjawaban pejabat publik dan otoritas, tanpa takut dituntut.
"Penggunaan Pasal 285 bertentangan dengan kebebasan pers yang terkandung dalam Pasal 8 dan 9 UU Pers Timor Leste, yang menetapkan hak jurnalis untuk tidak menjadi sasaran pelecehan atau campur tangan yang mengancam independensi dan objektivitas mereka. IFJ mendesak Menteri Francisco Jeronimo untuk segera mencabut semua tuduhan terhadap jurnalis Francisco Belo,†isi pernyataan IFJ.
Dengan nada yang sama, TLPU menyatakan telah memverifikasi bahwa laporan Hatutan.com tentang proyek instalasi mengikuti semua undang-undang media dan kode etik jurnalistik.
"Kami mendesak Menteri Francisco Jeronimo untuk menyelesaikan kasus ini melalui mediasi dari Dewan Pers karena jurnalisme bukanlah kejahatan," kata TLPU.
Sesungguhnya, kebebasan pers dilindungi oleh pasal 41 UUD Timor-Leste. Namun, ada satu pasal hantu dalam KUHP (2009), yakni pasal 285 tentang fitnah informasi palsu.
Dikutip dari
Oekusipost.com, pasal hantu telah digunakan oleh para politisi dan penegak hukum di Timor-Leste untuk menyerang balik lawan-lawannya, terutama jurnalis yang sering menulis berita tentang kasus korupsi baik di lembaga swasta maupun publik.
Pasal 285 adalah hantu raksasa yang tidak hanya menghantui para jurnalis, tetapi juga akan menghantui para kritikus di negeri ini suatu saat nanti, tulis
Oekusipost.com.
Para pemimpin dan politisi di Timor-Leste telah senang dengan indeks kebebasan pers dunia tahunan yang berada di urutan ke-71 dari 180 negara pada tahun 2021 dan ke-17 pada tahun 2022 di depan Australia, tetapi Menteri Urusan Parlemen dan Komunikasi Sosial Francisco Martins da Costa Pereira Jerónimo telah menggugat pemimpin redaksi media online
Hatutan.com Francisco Belo Simões da Costa setelah menerbitkan kasus korupsi yang diduga melibatkan menteri Francisco Jeronimo.
Kasus serupa pernah terjadi pada 2017 lalu. Dua jurnalis Timor Leste, Oki Raimundos dan Lourenco Martins, juga menghadapi hukuman penjara karena pencemaran nama baik untuk artikel mereka tentang Perdana Menteri Rui Maria de Araujo pada 2015, tetapi tuduhan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Distrik Dili pada tanggal 1 Juni 2017.
Komite Hak Asasi Manusia PBB dan pelapor khusus untuk kebebasan berekspresi PBB, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa dan Organisasi Negara-Negara Amerika, semuanya telah mendesak negara-negara untuk mencabut undang-undang pidana pencemaran nama baik.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: