Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Digaji Sangat Kecil, Guru dan Nakes Zimbabwe Mogok Kerja

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 22 Juni 2022, 12:27 WIB
Digaji Sangat Kecil, Guru dan Nakes Zimbabwe Mogok Kerja
Ilustrasi/Net
rmol news logo Aksi mogok kerja dilakukan para guru dan petugas kesehatan di Zimbabwe. Mereka memprotes kondisi gaji mereka dalam krisis keuangan baru negara itu.

Membawa spanduk berisi protes, para petugas kesehatan berkumpul di luar kantor Dewan Layanan Kesehatan di salah satu rumah sakit terbesar di negara itu pada Selasa (21/6) waktu setempat.

Suara nampak kacau dengan polisi anti huru hara ditempatkan di halaman rumah sakit, sementara pasien dibiarkan tanpa pengawasan.

"Pekerja kesehatan dibayar rendah. Mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan," kata Tapiwanashe Kusotera, pemimpin serikat pekerja sektor kesehatan, seperti dikutip dari Africa News, Rabu (22/6).

Di Zimbabwe para perawat digaji 18.000 dolar Zimbabwe per bulan, yang setara dengan sekitar 55 dolar AS (sekitar 817 ribu rupiah), sementara guru menghasilkan sekitar 75 dolar AS per bulan.

“Badan Pelayanan Kesehatan kita, yang merupakan majikan kita, dan Kementerian Kesehatan sama sekali menolak untuk berbicara dengan para karyawan,” kata Enock Dongo, ketua asosiasi perawat nasional.

Sebelumnya pemerintah mengindikasikan pekan lalu bahwa mereka akan menggandakan gaji semua pegawai negeri, tetapi Dongo mengatakan tidak ada tawaran resmi yang dibuat.

Dalam protesnya serikat guru menyerukan pemogokan selama lima hari.

"Kami tidak dapat terus mempermalukan komunitas kami karena kemiskinan yang dianggap pemerintah sebagai bagian dari kehidupan kerja kami," tulisnya.

Ekonomi Zimbabwe berada dalam krisis yang mendalam, termasuk penarikan donor internasional karena utang yang tidak berkelanjutan.

Invasi Ukraina juga telah ikut memperburuk situasi, karena Rusia adalah pemasok utama gandum dan bahan kimia yang digunakan dalam pertanian Zimbabwe.

Inflasi mencapai 131 persen di bulan Mei, menghidupkan kembali ingatan tentang hiperinflasi lebih dari satu dekade lalu. Harga melonjak di luar kendali saat itu, bahkan bank sentral mengeluarkan uang kertas 100 triliun dolar pada tahun 2008, yang sejak itu menjadi barang kolektor.

Pemerintah kemudian meninggalkan mata uang lokalnya untuk dolar AS dan rand Afrika Selatan sebagai mata uang resmi. Namun, pada 2019, dolar Zimbabwe diperkenalkan kembali dan dengan cepat mendapatkan kembali nilainya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA