Sejauh ini, gempa berkekuatan 6,1 magnitudo yang mengguncang pada Rabu (22/6) itu telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menghancurkan sekitar 10 ribu rumah.
Sementara Taliban meminta lebih banyak bantuan internasional, pasokan medis vital di rumah sakit-rumah sakit mulai menipis pada Sabtu (25/6).
Dikutip dari
Reuters, pihak berwenang akhirnya memutuskan untuk membatalkan proses pencarian para korban di wilayah pegunungan.
"Yang luka-luka yang kondisinya parah dan perlu dioperasi, (yang) tidak bisa kami lakukan di sini, sudah dikirim ke Kabul," kata seorang manager di sebuah rumah sakit di Provinsi Paktika, bernama Abrar.
Saat ini, Rumah Sakit Darurat di Kabul yang biasanya menerima korban perang juga telah menerima korban gempa.
“Biasanya kami hanya menerima pasien terkait perang atau pasien dalam kondisi yang mengancam jiwa, tetapi dalam kasus ini kami memutuskan untuk membuat pengecualian untuk mendukung rakyat Afghanistan,†kata direktur Rumah Sakit Darurat, Stefano Sozza.
Salah satu pasien, seorang wanita dari distrik Gayan di Paktika, mengatakan sembilan anggota keluarganya telah tewas dalam gempa tersebut.
"Hanya saya yang tersisa. Kaki saya patah, saya tidak punya apa-apa. Saya makan apa yang diberikan Taliban kepada saya," ucapnya.
Gempa dahsyat yang mengguncang Afghanistan terjadi di tengah krisis yang dihadapi negara itu usai diambil alih oleh Taliban pada Agustus tahun lalu.
Setelah Taliban kembali ke tampuk kekuasaan, Afghanistan telah terputus dari banyak bantuan internasional karena sanksi Barat terhadap kelompok tersebut.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: