Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Aktivis Perempuan Kritik Dukungan Ulama atas Kepemimpinan Taliban: Mereka Tidak Mewakili Suara Rakyat Afghanistan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 05 Juli 2022, 06:03 WIB
Aktivis Perempuan Kritik Dukungan Ulama atas Kepemimpinan Taliban: Mereka Tidak Mewakili Suara Rakyat Afghanistan
Ilustrasi/Net
rmol news logo Dukungan ribuan ulama baru-baru ini atas kepemimpinan Taliban mendapat sorotan aktivis perempuan Afghanistan, Hoda Khamosh.

Dalam wawancaranya bersama AFP pada Minggu (3/7), Khamosh, seorang aktivis hak asasi yang saat ini berada di pengasingan di Norwegia, mengkritik deklarasi dukungan yang baru-baru ini dilakukan ribuan ulama laki-laki atas kepemimpinan Taliban.

Sabtu pekan lalu, para ulama tersebut berjanji setia kepada Taliban dan pemimpinnya dalam pertemuan tiga hari, yang ternyata gagal untuk mengatasi masalah pelik seperti hak gadis remaja untuk pergi ke sekolah.

Isu seperti hak anak perempuan untuk bersekolah sama sekali tidak dibahas dalam pertemuan itu.

Taliban - yang merebut kekuasaan Agustus tahun lalu - sejak itu mencoba menghadirkan pertemuan itu sebagai mosi percaya dalam visi mereka tentang negara Islam murni yang sepenuhnya tunduk pada hukum syariah.

Sejak awal, mereka bersikeras bahwa perempuan akan diwakili pada pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari 3.500 pria itu. Namun, kenyataannya pertemuan itu hanya dihadiri oleh putra dan suami mereka.

“Pernyataan yang dikeluarkan atau berjanji setia kepada Taliban dalam pertemuan atau acara apa pun tanpa kehadiran setengah dari populasi negara, para wanita, tidak dapat diterima,” kata Khamosh.

"KTT ini tidak memiliki legitimasi, validitas, atau persetujuan rakyat," ujarnya.

Sejak kembali berkuasa pada Agustus, Taliban tetap teguh mengedepankan hukum syariah dan telah memberlakukan pembatasan ketat terhadap warga Afghanistan, terutama perempuan.

Anak gadis usia sekolah menengah telah dilarang melanjutkan pendidikannya, dan perempuan dilarang bekerja di instansi pemerintah, dilarang bepergian sendiri, dan diharuskan mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah mereka.

Taliban juga melarang memutar musik non-religius dan memerintahkan saluran TV untuk berhenti menayangkan film dan sinetron yang menampilkan wanita dengan busana minim. Untuk kaum prianya, harus mengenakan pakaian tradisional dan menumbuhkan janggut mereka.

Protes juga diluncurkan oleh sekelompok wanita di Kabul, yang mengecam pertemuan ulama itu sebagai sesuatu yang tidak representatif.

“Ulama hanyalah satu bagian dari masyarakat, mereka bukan keseluruhannya,” kata tokoh wanita Ainoor Uzbik kepada AFP setelah konferensi pers.

“Keputusan yang mereka buat hanya untuk kepentingan mereka sendiri dan tidak untuk kepentingan negara dan rakyatnya. Tidak ada agenda untuk perempuan, atau dalam komunike," ujarnya.

“Satu-satunya hal yang dapat dilakukan warga Afghanistan adalah mengangkat suara mereka dan menuntut masyarakat internasional untuk menekan Taliban,” kata Uzbik. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA