Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Harga Gas Melonjak, Warga Kenya Mulai Gunakan Arang untuk Memasak

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 11 Juli 2022, 12:34 WIB
Harga Gas Melonjak, Warga Kenya Mulai Gunakan Arang untuk Memasak
Penjual gas di Kenya/Net
rmol news logo Warga Kenya tidak mampu lagi membeli gas, menyusul kenaikan global bahan bakar dan kesulitan ekonomi yang semakin terpuruk karena pandemi. Saat ini, mereka terpaksa menggunakan arang.

Arang terbukti menjadi alternatif yang paling mudah, sayangnya itu lebih merusak.

Di Afrika sub-Sahara, pohon-pohon asli, seperti Akasia, menyediakan arang berkualitas tinggi dengan harga yang bagus di pasar yang kemudian menimbulkan pelanggaran.

Para penduduk secara ilegal menebang dan membakar hutan lindung untuk mendapatkan penghasilan, yang disambut oleh konsumen di pedesaan dan kota kecil yang mencari bahan bakar alternatif untuk memasak sebagai pengganti gas yang harganya melambung tinggi.

Kevin Kyovi (27) penduduk Kisasi di kabupaten Kitui, bangun pagi-pagi dengan panga dan kapak. Dia menebang setidaknya dua pohon akasia dewasa. Dua hari kemudian, dia bisa mendapatkan lebih dari 15 karung arang dari satu tempat pembakaran.

Dengan harga arang naik dari 400 menjadi 700 shilling Kenya (atau dari 3,39 menjadi 5,94 dolar AS), Kyovi mengatakan bisnis telah berkembang pesat sejak harga bahan bakar dan gas meroket.

"Sejak harga gas untuk memasak mulai naik, permintaan arang terus meningkat," katanya, seperti dikutip dari AFP, Senin (11/7).

"Ketika harga gas rendah, saya hanya bisa menjual satu karung arang per bulan. Tapi sekarang, (sejak harga gas naik) arang banyak permintaan, dan banyak pelanggan datang. Memaksa saya untuk meningkatkan produksi," lanjutnya.

Salah satu pelanggan Kyovi, Caroline Mwaniki, tidak punya pilihan. Ibu satu anak berusia dua puluhan itu mengatakan bahwa dia harus pindah dari tabung gas besar ke tabung yang lebih kecil yang harganya juga ikut meningkat.

"Saya pergi dan membeli yang (gas) kecil ini untuk melihat apakah itu bisa menyelamatkan situasi saya. Tapi ternyata harganya juga meningkat. Jadi, saya memutuskan untuk memilih arang," katanya.

Keputusan Mwaniki secara langsung berdampak pada kerugian usaha bagi penjual gas masak seperti Justus Thitu, yang terpaksa harus mengurangi hampir 90 persen dari penjualannya.

Ia mengaku biasanya menghabiskan 50 tabung gas ukuran 12 kilo dan 50 tabung gas yang berukuran 6 kilo.

"Tapi sekarang sudah turun, hanya 2 tabung yang ukuran 12 kilo dan 8 tabung yang ukuran 6 kilo. Jadi, kalau bisnis jalan begini, saya akhirnya akan tutup dan kehilangan sumber penghidupan saya. Jadi, kami memohon kepada pemerintah untuk campur tangan dalam harga gas karena tidak ada untungnya, dan kami hanya akan menutup toko," katanya.

Sebuah tabung gas ukuran 12 kilo naik dari 1.600 shilling Kenya (13,57 dolar AS) pada tahun 2021 menjadi 3.000 shilling (25,44 dolar AS) tahun ini, lebih dari dua kali lipat harganya.

Di Kenya, penjualan komersil arang bisa menyebabkan denda hingga hukuman.

"Banyak pelanggan telah memutuskan pindah dari gas ke arang. Jadi, saya bertanya-tanya apakah akan menghentikan bisnis gas dan mulai menjual arang. Tetapi pemerintah telah melarang penjualan arang, khususnya di daerah kami. Anda tidak dapat menyimpan arang di toko. Dan bahkan perdagangan arang itu berarti Anda menebang pohon asli dan itu mengarah pada deforestasi,” kata Thitu.

Pakar tata kelola dan manajemen lingkungan di Nazarene University, Victor Boiyo, menyalahkan rendahnya penggunaan gas untuk memasak pada kebijakan penetapan harga pemerintah Kenya.

“Harga produk minyak bumi dan LPG telah meroket. Dan ini sangat mempengaruhi pilihan bahan bakar yang digunakan, terutama di pedesaan Kenya. Akibatnya, begitu banyak rumah tangga yang meninggalkan penggunaan LPG dan mereka kembali ke pembakaran bahan bakar dan arang," katanya.

Studi telah mengidentifikasi produksi arang sebagai salah satu pendorong utama deforestasi dan degradasi hutan di sekitar Zambia. Metode tradisional pembuatan arang menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan menghabiskan sumber daya kayu.

Karena target sebagian besar jatuh pada pohon asli, hilangnya keanekaragaman hayati mengancam keberadaan hewan dan tumbuhan lain yang bergantung pada tumbuhan.

"Kita mungkin mengalami salah satu bencana terburuk sehubungan dengan perusakan hutan kita dan perusakan habitat kita, dan sebagai akibatnya, kita mungkin tidak dapat mencapai target kita sejauh menyangkut pengurangan perubahan iklim," Boiyo memperingatkan.

Para ekonom juga telah memperingatkan kenaikan harga gas lebih lanjut sepanjang tahun, yang akan memukul konsumen yang sudah berurusan dengan kenaikan biaya makanan, listrik, dan transportasi.

Dampak terbesarnya tentu saja akan dirasakan oleh masyarakat miskin, yang sudah menghadapi kesulitan ekonomi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA