Hal itu terbukti ketika Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern melakukan kunjungan ke Australia, dan bertemu dengan Perdana Menteri Scott Morrison baru-baru ini.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya menyebut upaya Korea Utara untuk memperkuat kapasitas pertahanannya merupakan ancaman bagi Semenanjung Korea dan kawasan Indo-Pasifik.
"Penguasa Australia dan Selandia Baru tampaknya tidak memiliki pemahaman dasar sama sekali tentang siapa yang bertanggung jawab," kata Direktur Riset Kebijakan Asosiasi Korea-Asia, Han Son Ik.
Lewat tulisannya berjudul
"Out of Ignorance or Servile Following" yang diunggah di situs
APRCPRK.org pada Rabu (13/7), ia mengatakan hanya Amerika Serikat (AS) yang bisa menjawabnya,
"Itu karena AS telah mengingkari semua komitmen yang dibuat antara Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK) dan AS, dan meningkatkan ancaman militer yang sembrono terhadap RRDK sambil tetap mempertahankan kebijakan permusuhannya terhadap Korut," jelasnya.
"Jika bukan karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman, maka permusuhan dan prasangka mungkin menjadi akar penyebabnya," tambah dia.
Ketidaktahuan dan ketidakpahaman inilah yang juga membuat Australia akhirnya membuat kesepakatan AUKUS dengan AS dan Inggris, yang memicu ketegangan di kawasan.
Kepanikan yang dirasakan Australia dan Selandia Baru membuat keduanya lebih mudah mengambil sikap bermusuhan pada Korea Utara, mengikuti AS.
Kendati begitu, Han menekankan, Korea Utara akan terus meningkatkan kapasitas pertahanannya terlepas dari sikap bermusuhan dari negara-negara Barat.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: