Menurutnya, kesepakatan yang ditandatangani di Istambul itu adalah keberhasilan awal. "Itu bisa dimanfaatkan untuk secara bertahap mencapai gencatan senjata," katanya dalam sebuah wawancara dengan media Jerman, seperti dikutip dari
RTL, Rabu (3/8).
Ia kemudian menceritakan bahwa pada pekan lalu ia berkunjung ke Moskow dan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Menurutnya, Kremlin ingin menyelesaikan konflik dengan Ukraina melalui negosiasi.
"Kabar baiknya adalah Kremlin menginginkan solusi yang dinegosiasikan," kata Schroeder.
Mantan kanselir juga percaya bahwa kompromi masih dapat dicapai pada nasib Donbass meskipun ia mengakui bahwa masalah Donbass adalah hal yang rumit.
Schroeder dengan tajam mengkritik rencana Kiev untuk merebut kembali Krimea dengan paksa.
"Sebuah gagasan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan secara militer merebut kembali Krimea adalah tidak masuk akal," katanya, menambahkan bahwa alih-alih menjamin otonomi yang lebih besar ke wilayah tersebut, Kiev justru terus menindak hak-hak penduduk lokal.
Menurutnya, ketegangan di sekitar semenanjung - yang bergabung kembali dengan Rusia setelah referendum 2014 - dapat diselesaikan dari waktu ke waktu. "Mungkin tidak dalam waktu 99 tahun, seperti yang terjadi di Hong Kong, tetapi di generasi berikutnya," katanya.
Schroeder telah banyak dikritik atas hubungan dekatnya dengan Moskow dan membela persahabatannya dengan Putin.
“Apakah hubungan saya dengan Putin benar-benar berpengaruh bagi siapa pun?†dia bertanya secara retoris menanggapi kritikan tersebut.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: