Begitu yang dikatakan oleh Direktur Asia Maritime Transparency Initiative, Center for Strategic and International Studies (CSIS), Gregory B. Poling dalam kuliah umum bertajuk
"Charting the Uncharted Ocean: Navigating the Future of Maritime Security in the South China Sea" yang digelar oleh The Habibie Center pada Selasa (9/8).
“Amerika sebaiknya tetap ada di Laut China Selatan. Agar dapat mengimbangi kekuatan Tiongkok dan mendukung mitra kerjasamanya di wilayah yang disengketakan,†kata Poling.
Merujuk pada bukunya berjudul
"On Danger Ground America Century in The South Cina Sea", Poling mengatakan AS telah lama terlibat dalam persoalan Laut China Selatan karena identitasnya sebagai negara perdagangan laut internasional.
Menurut Poling, AS juga memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan menjaga negara-negara sekutunya, seperti Filipina dan Vietnam agar tidak diserang negara lain atas keterlibatan mereka pada sengketa Laut China Selatan.
Walaupun banyak pihak menganggap intervensi AS dalam konflik Laut China Selatan telah berlebihan dan melanggar kedaulatan negara ASEAN, tetapi Poling menilai tindakan Washington itu tidak akan memicu Perang Dunia Ketiga.
Sebaliknya, ia justru menyoroti banyaknya negara yang terganggu oleh manuver China di Laut China Selatan, namun justru cenderung diam dan tidak melakukan apa-apa.
“Penyebabnya bisa banyak hal. Salah satunya adalah sanksi ekonomi dan pemutusan hubungan kerjasama oleh China yang menjadi pertimbangan besar bagi sebuah negara,†jelas Poling.
Lebih lanjut, Poling mendorong agar masyarakat dan akademisi untuk terus menyuarakan isu Laut China Selatan sebagai bentuk desakan kepada pemerintah agar berani memperjuangkan kepentingan negara di kawasan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: