Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Larangan Visa untuk Semua Orang Rusia Membawa Eropa dalam Dilema

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 20 Agustus 2022, 06:56 WIB
Larangan Visa untuk Semua Orang Rusia Membawa Eropa dalam Dilema
Ilustrasi/Net
rmol news logo Pembatasan visa untuk warga Rusia yang diberlakukan beberapa negara memicu ketegangan di Eropa.  

Finlandia pada pekan ini mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi separuh jumlah aplikasi visa dari warga Rusia.

Dari 1.000 pengajuan yang diijinkan setiap harinya, akan dipangkas menjadi hanya 500 saja mulai 1 September mendatang.
Menurut direktur jenderal untuk layanan konsuler di Kementerian Luar Negeri Finlandia, Jussi Tanner, maksimal 20 persen dari slot tersebut akan dialokasikan untuk visa turis, artinya tidak lebih dari 100 visa turis akan tersedia per hari.

Luke McGee, dari CNN, dalam laporannya mengatakan bahwa langkah Finlandia itu muncul menyusul keputusan yang sama yang dikeluarkan Estonia, negara Uni Eropa lain yang berbatasan dengan Rusia.

Sebelum Estonia, ada Ceko dan Latvia yang juga telah mendukung larangan visa dan juga telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi orang Rusia bepergian ke UE.

Apa yang dilakukan negara-negara itu berdasar kepada sanksi UE atas invasi Rusia ke Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky adalah orang yang paling mendukung ide tersebut karena ia tidak ingin Rusia bebas melakukan perjalanan di zona perjalanan umum Uni Eropa, wilayah Schengen, setelah apa yang dilakukannya terhadap negaranya.

Kanselir Jerman Olaf Scholz justru meragukan ide itu.

Menurut Scholz, penting untuk 'menghukum' Rusia dan mereka yang berada di lingkaran dalam Presiden Rusia Vladimir Putin. Namun, bukan berarti semua orang Rusia ikut 'terhukum'.

"Eropa perlu memahami bahwa ada banyak orang Rusia yang melarikan diri dari negara itu karena mereka tidak setuju dengan rezim Rusia," kata Scholz.

Komentar Scholz mendapat bantahan dari diplomat senior Jerman. Kepada CNN ia berkata bahwa argumen Scholz itu tidak berdasarkan fakta. Siapa pun dapat mengajukan permohonan visa kemanusiaan, katanya.

"Diplomat itu percaya bahwa Scholz sebagian besar berusaha untuk menyeimbangkan partainya sendiri yang terpecah antara mereka yang ingin berdialog dengan Rusia dan mereka yang ingin tampil keras," isi laporan Luke McGee.

Mantan Perdana Menteri Finlandia, Alexander Stubb, termasuk yang mendukung pembatasan visa untuk Rusia.

"Ini adalah keadaan yang menyedihkan, tetapi harga perang harus dirasakan oleh (semua) warga Rusia," katanya.

"Satu-satunya cara di mana hati dan pikiran orang-orang Rusia dapat diubah adalah bagi mereka untuk memahami apa yang dilakukan Putin adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Itu berarti larangan visa total bagi orang Rusia," tambahnya.

Rasa Jukneviciene, mantan menteri pertahanan Lithuania dan anggota Parlemen Eropa saat ini, mengatakan bahwa "pertama dan terutama, ini adalah masalah keamanan."

“Warga Rusia melakukan perjalanan ke UE terutama melalui Finlandia dan Estonia. Layanan resmi negara-negara tersebut berada di bawah tekanan besar. Rusia dikendalikan oleh struktur warisan KGB, yang mengeksploitasi keterbukaan negara-negara Schengen untuk berbagai operasi,” kata Jukneviciene.

Para pemimpin Eropa agaknya sulit untuk mencapai kesepakatan penuh tentang pembatasan visa. Sejak awal invasi, peluncuran sanksi energi untuk Rusia juga mengalami hal yang sama. Sebagian besar negara-negara UE setuju, tetapi beberapa yang lain menentang atas dasar ketergantungan energi.

Ada kenyataan geografis yang memperumit konsensus antara 27 negara dengan prioritas ekonomi dan politik yang sangat berbeda, menurut CNN.

Rusia adalah bagian yang sangat besar dari wilayah Eropa. Sulit untuk tidak memandangnya, karena bagaimana pun ada banyak kepentingan yang akan dilakukan setelah perang berakhir. Ekonomi Eropa akan membangun kembali hubungan dengan Rusia. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA