Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa anak-anak lebih menyukai curhat kepada robot, dibandingkan dengan wawancara tatap muka dengan psikater yang tidak dikenal atau bahkan mengisi kuesioner online.
Penulis pertama studi tersebut, Nida Itrat Abbasi mengatakan, ukuran robot yang disesuaikan dengan anak-anak, membuat mereka mungkin melihat robot sebagai orang kepercayaan dan nyaman untuk berbagi rahasia dengannya.
“Peneliti lain telah menemukan bahwa anak-anak lebih cenderung membocorkan informasi pribadi kepada robot daripada kepada orang dewasa yang membuat mereka merasa terintimidasi dan memicu kebohongan pada anak," jelasnya seperti dimuat
The Star pada Sabtu (3/9).
Pemimpin
Affective Intelligence and Robotics Laboratory di
Cambridge's Department of Computer Science and Technology, Profesor Hatice Gunes telah mempelajari bagaimana robot bantu sosial dapat digunakan sebagai pelatih kesehatan mental untuk orang dewasa.
Dalam beberapa tahun terakhir, dia juga telah mempelajari bagaimana robot tersebut dapat juga bermanfaat bagi anak-anak.
“Anak-anak cukup taktil, dan mereka tertarik pada teknologi. Jika mereka menggunakan alat berbasis layar, mereka ditarik dari dunia fisik. Tetapi robot itu sempurna karena mereka berada di dunia fisik ysng membuat mereka lebih interaktif," ungkapnya.
Para peneliti berharap dapat memperluas survei mereka di masa depan, dengan memasukkan lebih banyak peserta dari waktu ke waktu.
Mereka juga akan menyelidiki apakah hasil serupa dapat dicapai jika anak-anak berinteraksi dengan robot melalui obrolan video.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.