Dengan dalih pengendalian pandemi Covid-19, China terpaksa melakukan penguncian pada beberapa wilayah yang memiliki kasus terbanyak, salah satunya di Timur Turkistan dekat Xinjiang, tempat tinggal etnis Uighur.
Seperti dimuat
ANI News pada Kamis (15/9), warga Uighur yang berada di wilayah tersebut, dijaga ketat oleh pasukan milliter dan tidak dapat pergi kemana pun, selain di dalam rumah tanpa makanan bahkan bantuan medis sekali pun.
Sebagai bentuk solidaritas etnis, beberapa komuntas Uighur di Wina melakukan protes di sepanjang jalan Christian Broda Platz ke Heldenplatz dengan membawa foto-foto orang Uighur yang dibunuh oleh pemerintah China.
Mereka mengangkat slogan-slogan dan menentang pelanggaran HAM serta tindakan genosida oleh Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa.
"Pemerintah China, dengan dalih penguncian Covid-19, menjebak penduduk di rumah mereka dan meninggalkan mereka dalam kelaparan hingga mati," kata presiden diaspora Uighur di Austria, Mevlan Dilshat.
Seluruh penduduk Turkistan Timur menderita kelaparan setelah dikurung di rumah mereka selama berminggu-minggu.
Melalui ratusan video viral yang diunggah di media sosial, terlihat orang-orang Uighur memohon kepada pemerintah China untuk membiarkan mereka keluar agar dapat memberikan makan dan obat pada anak-anak mereka yang sakit serta kelaparan.
Aktivis Uighur menuduh Partai Komunis China sekarang menggunakan cara baru ini untuk memusnahkan ras Uighur tetapi tak ada satu pun negara atau organisasi internasional lain yang bertindak.
Menurut laporan kemanusiaan, sejak 2014 lalu, presiden China, Xi Jinping telah menerapkan kebijakan lebih dari satu juta Muslim (mayoritas Uighur) di kamp-kamp interniran tanpa proses hukum apa pun.
Namun hingga kini, China secara terbuka terus menyangkal telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan Genosida di Xinjiang.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: