Para penyintas darurat militer, kelompok hak asasi, organisasi masyarakat sipil, dan mahasiswa, berkumpul dan berbondong-bondong menuju Plaza Miranda di Quiapo Manila, untuk menunjukkan kekuatan mereka serta kembali mengingatkan seluruh masyarakat tentang rezim terkelam dalam sejarah Filipina.
Beberapa peserta demonstran menganggap bahwa seorang diktator akan kembali hidup di tangan Ferdinand Marcos Jr. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Tidak akan lagi†untuk kediktatoran yang diperkirakan hidup kembali.
“Begitu banyak pengorbanan setelah kediktatoran Marcos untuk mengkonsolidasikan demokrasi, bagi saya tampaknya mereka telah tersapu oleh bombardir disinformasi yang memungkinkan kembalinya seorang Marcos (Ferdinand Jr) ke tampuk kekuasaan,†ujar May Rodriguez, salah satu korban penyiksaan darurat militer, yang dikutip dari
EFE pada Rabu (21/9).
Menurut laporan dari Amnesty Internasional, selama darurat militer pada 21 September 1972 dan berlangsung selama 11 tahun, sedikitnya 3.257 orang terbunuh, lebih dari 70.000 dipenjara dan lebih dari 35.000 orang mengalami penyiksaan. Pelanggaran HAM juga kerap terjadi di bawah rezim ini. Selain itu banyak media yang dibredel, serta lawan politik yang dianiaya.
Beberapa peserta aksi mengenakan topeng buaya untuk melambangkan korupsi keluarga Marcos. Berdasarkan berbagai perkiraan, keluarga mendiang tirani ini telah menjarah sekitar 5 miliar hingga 10 miliar dolar dari kas negara.
Sebelum aksi demonstrasi digelar, beberapa kelompok mendirikan jaringan “ML@50†untuk mengkonsolidasikan kegiatan mereka. ML@50 adalah informasi publik, pendidikan, dan gerakan budaya, yang diluncurkan untuk mengingat penerapan kekuasaan militer diktator lima dekade lalu.
Jaringan tersebut khususnya ditujukan untuk melawan distorsi dan penyangkalan sejarah di tengah kembalinya keluarga Marcos yang berkuasa.
Dalam sebuah wawancara pada minggu lalu, Marcos Jr membenarkan pemberlakuan darurat militer yang terjadi pada lima dekade lalu.
Akan tetapi Presiden itu berargumen bahwa darurat militer diumumkan oleh ayahnya untuk mengatasi dua perang yang dihadapi oleh dua front, ia mengacu pada pemberontakan komunis dan perang separatis di Mindanao.
Selanjutnya dalam wawancara tersebut, Marcos Jr telah membantah bahwa dinasti Marcos sedang menulis ulang sejarah negaranya baru-baru ini.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: