Seperti dimuat
Ani News pada Sabtu (24/9), aksi unjuk rasa yang dipimpin oleh aktivis Priya Saha ini dilakukan pada Jumat (23/9). Mereka mewakili etnis dan agama minoritas yang membantu Bangladesh dalam mencari pengakuan internasional atas kejahatan genosida yang dahulu dilakukan Pakistan.
Menurut kelompok hak asasi, serangan pada tahun 1971 dianggap sebagai salah satu kekejaman massal terburuk dalam sejarah. Sebab pada saat itu, diperkirakan hampir tiga juta orang terbunuh hanya dalam rentang waktu sembilan bulan. Melalui 'Operasi Searchlight’ yang diluncurkan oleh militer Pakistan, ratusan ribu warga Bangladesh mengalami luka parah pada 25 Maret 1971 lalu.
Saat ini tanggal tersebut diperingati oleh Perdana Menteri Bangladesh Syeikh Hasina sebagai Hari Genosida Internasional, untuk mencari keadilan serta mendapatkan perhatian dari dunia Internasional.
Selain itu, para pengunjuk rasa yang berkumpul di depan kantor PBB juga membawa plakat untuk menyerukan bantuan bagi perempuan dari komunitas Hindu, Kristen dan Sikh di Pakistan, yang rentan menjadi korban kekerasan, penculikan, nikah paksa dan pindah agama yang dilakukan oleh penduduk Pakistan.
Menurut sebuah laporan oleh South Asia Partnership-Pakistan bekerja sama dengan Aurat Foundation pada 2015, mereka menemukan, setidaknya 1.000 gadis minoritas Pakistan setiap tahun dipaksa untuk pindah agama.
Perempuan di Pakistan kerap kali tidak berani bersuara karena mereka tidak selalu berhasil melawan kejahatan ini menggunakan jalur hukum. Nasib perempuan dan anak perempuan dari agama minoritas seringkali diabaikan karena undang-undang yang ada, atau penanganan kasus melalui jalan hukum tidak selalu efektif di negara yang saat ini tengah mengalami bencana terparahnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: