Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pembunuhan Wartawan Senior di Filipina Picu Aksi Unjuk Rasa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/alifia-dwi-ramandhita-1'>ALIFIA DWI RAMANDHITA</a>
LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA
  • Rabu, 05 Oktober 2022, 18:13 WIB
Pembunuhan Wartawan Senior di Filipina Picu Aksi Unjuk Rasa
Aksi unjuk rasa dilakukan oleh para pekerja media dan aktivis pada Selasa (4/10) yang menyerukan keadilan untuk Percy Lapid, wartawan Filipina yang tewas dibunuh/Net
rmol news logo Pembunuhan wartawan Filipina di pinggiran ibukota Manila pada Senin malam (3/10) telah memantik aksi protes dan kecaman dari berbagai kelompok media, aktivis, politisi, oposisi hingga kedutaan asing.

Korban merupakan Percival Mabasa atau yang lebih dikenal dengan Percy Lapid, seorang wartawan senior berusia 63 tahun.

Lapid meninggal usai dibunuh oleh dua pria bersenjata yang mengendarai sepeda motor di gerbang kompleks dekat rumahnya di Las Pinas, Manila, ketika sedang mengemudi menuju kantornya di stasiun radio DWBL.

"Insiden itu terjadi di Metro Manila yang menunjukkan betapa kurang ajarnya para pelaku, dan bagaimana pihak berwenang telah gagal melindungi wartawan serta warga biasa dari bahaya," kata Persatuan Jurnalis Nasional Filipina, seperti dimuat Asia One.

Pembunuhan Lapid dinilai menjadi pukulan mendalam bagi kebebasan pers di Filipina, yang pada akhirnya memicu aksi protes. Para pengunjuk rasa berkumpul di Manila pada Selasa (4/10) untuk menyampaikan kemarahan dan menyerukan keadilan atas kematian Lapid.

Dalam akun YouTubenya yang memiliki 216 ribu subscriber, Lapid dikenal aktif mengkritik pemerintah, seperti mantan Presiden Rodrigo Duterte dan beberapa kebijakannya serta pejabat dalam pemerintahan Ferdinand Marcos Jr yang sedang berkuasa.

Selain itu, dia juga aktif dalam mengangkat isu operasi perjudian online serta informasi yang salah dari kebijakan darurat militer.

Menurut Wakil Sekretaris Eksekutif senior Hubert Guevaraa, Kantor Presiden Ferdinand Marcos Jnr menyatakan keprihatinannya atas insiden pembunuhan tersebut, dan telah meminta para pejabat untuk memantau perkembangan pelaksanaan penyelidikan.

Polisi juga telah berjanji untuk membawa para pelaku ke pengadilan. Dalam pernyataannya polisi menambahkan bahwa satuan tugas khusus akan dibentuk untuk menyelidiki kasus pembunuhan ini.

"Kami tidak mengabaikan kemungkinan penembakan itu terkait dengan pekerjaan korban di media," kata kepala polisi Jaime Santos.

Sementara itu, Kedutaan Belanda, Kanada, dan Inggris yang berada di Filipina, semuanya telah mengutuk pembunuhan itu. Mereka mendesak penyelidikan yang cepat dan menyeluruh dari otoritas Filipina.

Bulan lalu, terjadi penusukan fatal terhadap jurnalis radio, Rey Blanco di Filipina tengah. Filipina disebut memiliki salah satu lingkungan media yang paling liberal di Asia, namun masih menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi para jurnalis, terutama di daerah pedesaan.

Menurut Reporters Without Borders, setidaknya 187 wartawan telah tewas di negara itu sejak 1987, termasuk 32 orang dalam satu insiden besar pada 2009, di mana serangan terjadi terhadap politisi oposisi pedesaan, pendukungnya serta wartawan yang meliputnya.

Sementara Committee to Protect Journalists, yang berbasis di New York, pada tahun 2021 telah menempatkan Filipina pada peringkat ke-13 dalam indeks impunitas globalnya, tingkatan ini merujuk pada 13 kasus pembunuhan terhadap jurnalis Filipina yang masih belum terpecahkan hingga saat ini. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA