Seperti dimuat
Alarabiya pada Sabtu (29/10), Guterres mengatakan, sejauh ini kesepakatan yang ditandatangani pada bulan Juli lalu dengan dimediasi oleh PBB dan Turki telah sedikit membantu mengurangi krisis pangan global yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina, dengan 9 juta ton biji-bijian hingga saat ini telah berhasil diekspor ke berbagai negara.
Meskipun, Guterres menambahkan, ketidakpastian akan perpanjangan kesepakatan ini telah menyebabkan harga gandum kembali meningkat. Untuk itu ia menyerukan agar ketidakjelasan yang dapat berdampak pada masa depan pangan ini dapat segera diatasi oleh semua pihak.
“Kami mendesak semua pihak untuk melakukan segala upaya untuk memperbarui Inisiatif Butir Laut Hitam dan menerapkan kedua perjanjian tersebut sepenuhnya, termasuk penghapusan segala hambatan yang tersisa untuk ekspor biji-bijian dan pupuk Rusia,†katanya dalam sebuah pernyataan.
Menurut pernyataan dari juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, pada Jumat (28/10) mengatakan, perjanjian awal ini sebelumnya hanya ditetapkan untuk 120 hari terakhir, dengan opsi dapat dilakukan pembaruan pada 19 November mendatang jika tidak ada pihak yang merasa keberatan atas kesepakatan ini.
Akan tetapi kebingungan datang dari pernyataan Rusia yang mengeluhkan kesepakatan ini, lantaran mereka kesulitan untuk mengirimkan produk biji-bijian dan pupuknya karena sanksi yang diberikan oleh Barat.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada wartawan pada Kamis bahwa ekspor Rusia harus diizinkan dahulu, sebelum mereka Kembali berkomitmen untuk melanjutkan perpanjangan kesepakatan kedua.
Sementara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada awal pekan ini memperkirakan bahwa keputusan Moskow untuk mengabaikan perjanjian gandum akan disambut dengan "kemarahan besar" oleh negara-negara di seluruh dunia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: