Mengunjungi Ankara, Selasa (22/11), Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser mendesak Turki untuk menahan diri, mengatakan pembalasan harus proporsional, tidak merugikan warga sipil dan mengikuti hukum internasional.
Faeser mengatakan Jerman mendukung perang Turki melawan terorisme dan mengatakan kedua negara bekerja sama dalam ancaman teroris, migrasi dan kejahatan terorganisir.
"Tapi sejauh kita memahami perjuangan keras melawan terorisme, respon harus proporsional dan warga sipil khususnya harus dilindungi,†katanya, seperti dikutip dari
AFP, Rabu (23/11).
“Saya meminta eskalasi kekerasan untuk dicegah," lanjut Faeser.
Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu, dalam konferensi pers yang sama dengan Faeser, mengatakan sudah menjadi tugas pemerintah untuk mempertahankan negara dan perbatasannya dari terorisme.
“Setelah Polandia dihantam oleh dua roket, seluruh dunia berdiri,†katanya, mengacu pada ledakan yang menewaskan dua orang di dekat perbatasan dengan Ukraina pekan lalu.
“Kita harus menunjukkan sikap yang sama ketika serangan teror terjadi di Jerman, di Eropa atau di manapun di dunia. Sikap yang sama harus ditunjukkan terhadap serangan teror di Turki," ujarnya.
Peringatan Jerman datang setelah Turki melakukan serangan militer di Irak dan Suriah, juga setelah Ankara bersumpah bahwa "tidak ada setetes darah pun" yang tidak mendapat balasan.
“Kami tahu identitas, lokasi, dan catatan teroris. Kami juga tahu betul siapa yang mendukung para teroris ini, menyediakan senjata, dan memprovokasi mereka,†kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Turki menyalahkan serangan terhadap PKK, separatis Kurdi yang digolongkan sebagai teroris oleh Uni Eropa.
Erdogan mengatakan target teroris dihantam di Irak utara dan Suriah sebagai tanggapan atas "serangan pengecut" di Istanbul, dalam apa yang dikenal sebagai Operasi Cakar Pedang.
Sebelumnya AS pada hari Senin menyerukan de-eskalasi di Suriah dan mengatakan pihaknya menentang tindakan militer tidak terkoordinasi di Irak yang melanggar kedaulatan negara itu.
Tak hanya Jerman, pejabat Rusia juga mendesak agar Ankara menahan diri.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Turki harus menahan diri dari langkah-langkah yang dapat menyebabkan destabilisasi serius situasi secara umum.
“Itu bisa kembali menjadi bumerang, memperumit urusan keamanan bahkan lebih,†kata Peskov.
Perjuangan Ankara melawan PKK menjadi lebih penting karena tuntutannya agar Swedia dan Finlandia membasmi teroris Kurdi di negara mereka sebelum mereka dapat bergabung dengan NATO.
Kedua negara Nordik itu menandatangani kesepakatan pada bulan Juni dan setuju untuk mengambil garis keras, tetapi Erdogan belum menyatakan dirinya puas dengan upaya mereka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: