Penarikan dan perlucutan senjata pasukan Tigray adalah ketentuan utama dari perjanjian gencatan senjata atas wilayah utara yang dilanda perang di Ethiopia, yang ditandatangani pada 2 November di Afrika Selatan untuk mengakhiri konflik dua tahun.
“Kami telah memulai pelepasan dan relokasi pasukan kami dari garis pertempuran," ujar kata Jenderal Tadesse Worede, Kepala Staf Pasukan Pertahanan Tigray (TDF), kepada wartawan, seperti dikutip dari
Reuters, Minggu (4/12).
"Sebanyak 65 persen dari pasukan kami telah melewati proses ini, melepaskan diri dari garis pertempuran dan pindah ke tempat yang ditentukan,†sambungnya, tanpa merinci lebih lanjut.
Otoritas Tigray telah menentang pemerintahan pusat selama berbulan-bulan ketika Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menuduh kepemimpinan mereka menyerang kamp tentara federal dan mengirim pasukan ke wilayah tersebut pada tahun 2020.
Awal pekan ini, Layanan Komunikasi Pemerintah Ethiopia mengklaim bahwa tim pelucutan senjata gabungan yang terdiri dari perwakilan pemerintah Ethiopia dan TDF telah bertemu di kota Shire di Tigray, Ethiopia utara, untuk membahas implementasi program perlucutan senjata bagi para pejuang Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
Shire merupakan salah satu medan pertempuran utama selama konflik sehingga pemilihan kota tersebut sebagai tuan rumah tim gabungan merupakan isyarat negara sedang bergerak menuju perdamaian.
Konflik antara pemerintah Ethiopia dan TPLF dimulai pada November 2020, ketika TPLF memulai pemberontakan di Tigray, menolak kebijakan pemerintah federal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengakhiri pertempuran.
Berdasarkan kesepakatan gemcatan senjata yang ditandatangani pada 2 November di Pretoria, Afrika Selatan, para pihak setuju untuk membungkam senjata mereka, menerapkan program pelucutan senjata untuk militan TPLF, dan bekerja sama dengan organisasi kemanusiaan untuk terus memberikan bantuan, memulihkan kondisi publik. layanan, dan membangun kembali infrastruktur.
Konflik telah menyebabkan kematian yang tak terhitung jumlahnya, memaksa lebih dari dua juta orang meninggalkan rumah mereka dan mendorong ratusan ribu orang ke ambang kelaparan.
Meski kesepakatan telah dicapai, Tadesse mengingatkan masih ada pasukan di beberapa daerah yang tidak menginginkan perdamaian, sehingga pasukannya tidak akan "100 persen" bubar sampai ancaman berkurang.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: