Protes yang disebut sebagai "Revolusi Kertas Kosong" itu merupakan bentuk kemarahan warga atas kebijakan Zero Covid yang ketat di China, khususnya setelah 10 orang meninggal dunia selama kebakaran di Urumqi, Xinjiang.
Sejumlah pakar meyakini Revolusi Kertas Kosong ini akan membawa perubahan besar bagi China, khususnya reputasi Xi Jinping, mengingat ini menjadi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Dunia dengan cermat mengamati keruntuhan Komunis Tiongkok yang tidak terbayangkan. Para analis percaya, jika Xi Jinping tidak melepaskan kebijakan Zero Covid, maka dapat menyebabkan perubahan besar, dan Tiongkok berada di tengah-tengah titik balik yang besar," ujar kolumnis
InsideOver, Federico Giuliani.
Di
The Washington Post, kolumnis John Pomfret mengatakan, jika aksi protes terus berlanjut, Xi akan memerintahkan tindakan keras yang kemungkinan berhasil. Terlebih dengan meluasnya protes, maka tindakan bukan hanya diambil oleh pemerintah daerah, namun juga pusat.
"Beijing memiliki lebih banyak cara untuk menekan protes daripada yang ada pada tahun 1989 atau 1999," ujarnya, seperti dikutip
ANI News.
China telah dikecam secara luas karena dinilai telah mengambil tindakan keras dalam menghadapi aksi protes yang dilakukan warga.
Selama akhir pekan, ribuan orang di Shanghai melakukan aksi protes terhadap kebijakan Zero Covid yang diinisiasi oleh Xi. Mereka juga mengkritik pemerintahan PKC.
Para demonstran sendiri membawa lembaran kertas kosong A4 sebagai simbol pemberontakan massal. Alhasil aksi ini disebut sebut sebagai Revolusi Kertas Putih Kosong, yang menunjukkan betapa kurangnya kebebasan berbicara di China.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: