Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sekjen WHO Tedros Adhanom Berduka, Pamannya Tewas Dibunuh Pasukan Eritrea di Tigray

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Jumat, 16 Desember 2022, 07:32 WIB
Sekjen WHO Tedros Adhanom Berduka, Pamannya Tewas Dibunuh Pasukan Eritrea di Tigray
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus/Net
rmol news logo Kisah sedih diungkapkan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus yang mengatakan bahwa pamannya telah menjadi salah satu korban tewas karena dibunuh oleh pasukan Eritrea di wilayah Tigray, Ethiopia.

Pada menit penutupan konferensi pers Jenewa yang berfokus pada Covid-19, Tedros mengatakan bahwa dia hampir membatalkan acara tersebut karena dirinya tidak dalam kondisi yang baik setelah mendengar tentang pembunuhan pamannya.

"Saya mengetahui bahwa paman saya telah dibunuh oleh tentara Eritrea," katanya kepada wartawan, seperti dikutip dari AFP, Kamis (15/12).

"Dia tidak sendirian. Di desa, ketika mereka membunuhnya di rumahnya, lebih dari lima puluh orang di desa yang sama dibunuh. Secara sewenang-wenang," kecamnya.

Ditanya detail kejadian di sela-sela acara, Tedros mengatakan pamannya yang lebih muda, yang tumbuh bersamanya, telah dibunuh oleh tentara Eritrea di sebuah desa di Tigray. Dia menolak memberikan lokasi karena dia takut desa itu akan menghadapi pembalasan.

"Itu menyusul pembunuhan sepupunya tahun lalu di Tigray ketika sebuah gereja diledakkan," katanya, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

"Saya berharap perjanjian damai akan bertahan dan kegilaan ini akan berhenti," tambah kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berusia 57 tahun itu.

Pertempuran dimulai pada November 2020, ketika Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengirim tentara federal untuk menangkap para pemimpin di wilayah utara yang telah menantang otoritasnya selama berbulan-bulan dan dituduh menyerang pangkalan militer pemerintah.

Pemerintah Ethiopia dan pemberontak Tigrayan menandatangani perjanjian di Pretoria pada 2 November lalu, yang mencakup penghentian permusuhan, penarikan dan pelucutan senjata pasukan Tigrayan, pembentukan kembali otoritas federal di Tigray dan pembukaan kembali akses ke wilayah tersebut, yang mengalami situasi kemanusiaan yang mengerikan.

Namun, perjanjian tersebut tidak menyebutkan kehadiran tentara Eritrea di Tigray, yang memberikan bantuan yang menentukan kepada pasukan Ethiopia, atau kemungkinan penarikannya.

Hasil dari konflik ini, yang ditandai dengan pelanggaran dan sebagian besar terjadi secara tertutup, tidak diketahui.

Lembaga pemikir International Crisis Group dan LSM Amnesty International menggambarkannya sebagai salah satu yang paling mematikan di dunia.

Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang mengepalai Kantor Kesehatan Regional Tigray sebelum menjadi menteri kesehatan Ethiopia dari 2005 hingga 2012, telah berulang kali menyerukan perdamaian dan akses kemanusiaan tanpa hambatan ke Tigray. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA