Keputusan itu diambil setelah Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat, mencapai kesepakatan dengan perusahaan tersebut pada Senin (5/6).
Menurut FTC dalam laporannya, Microsoft melanggar Undang-Undang Perlindungan Privasi Daring Anak-anak dengan menyimpan data mereka di Xbox tanpa persetujuan orang tua tentang kebijakan pengumpulan datanya.
Di bawah undang-undang itu, layanan online dan situs web yang ditujukan untuk anak-anak wajib mendapatkan persetujuan dari orang tua untuk pengumpulan data pribadi anak-anak mereka.
Namun dalam kasus Microsoft, anak-anak harus mengisi nama lengkap, alamat email, dan tanggal lahir mereka lebih dulu, sebelum game itu meminta perizinan dari orang tua.
"Dari 2015 hingga 2020 Microsoft menyimpan data terkadang selama bertahun-tahun dari pengaturan akun tersebut, bahkan ketika orang tua gagal menyelesaikan proses pendaftaran akun," kata FTC dalam pernyataannya, seperti dikutip
BBC, Selasa (6/6).
Perusahaan juga disebut telah gagal memberi tahu orang tua tentang semua data yang akan mereka kumpulkan, termasuk gambar profil pengguna, dengan data yang akan didistribusikan ke pihak ketiga.
Sebagai bagian dari penyelesaian kasus, Microsoft juga harus melembagakan perlindungan keamanan baru untuk anak-anak, termasuk dengan memelihara sistem untuk dapat menghapus semua data pribadi anak setelah dua minggu tidak ada persetujuan orang tua.
Menanggapi hal tersebut, Microsoft mengakui bahwa pihaknya bersalah dan berjanji akan meningkatkan pelayanannya, khususnya dalam melindungi data anak-anak.
"Sayangnya, kami tidak memenuhi harapan pelanggan, tapi kami berkomitmen untuk mematuhi perintah federal untuk terus meningkatkan langkah-langkah keamanan kami," tulis Dave McCarthy dari Microsoft, dalam unggahan di blog Xbox.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: